BUKAN hanya masalah kekurangan gizi yang dihadapi Indonesia, kelebihan gizi pun kini menjadi momok yang tengah diperangi pemerintah. Sebab, keduanya dapat berakibat buruk terhadap kesehatan dan kualitas hidup manusia.
Kedua masalah tersebut muncul karena pola makan yang tidak seimbang. Kekurangan gizi ditandai dengan lambatnya pertumbuhan tubuh (terutama pada anak), daya tahan tubuh rendah, kurangnya tingkat inteligensia, dan produktivitas yang rendah. Kelebihan gizi sebaliknya, ditandai dengan kelebihan berat badan, besarnya risiko kemunculan berbagai penyakit kronis degeneratif seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. Indonesia saat ini berada dalam masa transisi gizi, yaitu masa peralihan di antara masalah kekurangan dan kelebihan gizi.
“Sudah saatnya diambil tindakan agar masalah kelebihan gizi ini tidak melebar, seperti yang terjadi di China,” kata Prof Soekirman SKM MPS-ID PhD dalam acara konferensi pers peluncuran buku “Pedoman Gizi Seimbang di Jakarta” beberapa waktu lalu.
Data Riskesdas 2010 menyebutkan, jumlah masyarakat Indonesia yang gemuk dirinci sebagai berikut: balita 14 persen, anak usia 6–12 tahun sebanyak 9,2 persen, anak usia 13–15 tahun 2,5 persen, anak usia 16–18 tahun 1,4 persen, dan dewasa lebih dari 18 tahun sebanyak 21,7 persen. Jika dulu masyarakat golongan kelas menengah yang identik berbadan subur, kini di masalah peralihan, kelebihan berat badan justru diderita masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah.
Dikatakan Soekirman yang juga guru besar Institut Pertanian Bogor ini, permasalahannya bukan hanya terletak pada kelebihan dan kekurangangizi. Lebih dari itu, tantangan yang juga harus diperhatikan adalah menyangkut pemenuhan gizi seimbang pada periode tertentu. Hal ini dikenal dengan istilah window opportunity, yakni kesempatan singkat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan dan harus dimanfaatkan. Dibidang gizi, windowopportunity hanya berkisar dari sebelum masa kehamilan sampai umur anak sekitar 2 tahun. Untuk itu, harus dilakukanupaya perbaikan gizi pada kelompok penduduk yang termasuk dalam periode ini guna mencegah masalah kekurangan gizi.
Baik terhadap remaja perempuan, ibu hamil, ibu menyusui, maupun bayi sampai anak usia 2 tahun. Pada ibu hamil misalnya, masalah kesehatan yang sering dihadapi seperti mual, muntah berlebihan, anemia, dan kekurangan zat besi, konstipasi, hipertensi, preeklamsia, dan eklamsia, serta diabetes gestasional. “Padahal kecukupan gizi ibu hamil besar pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak,” kata Soekirman.
Penting untuk memperhatikan kenaikan jumlah asupan gizi yang diperlukan. Seperti kebutuhan energi pada trimester pertama sebesar 2.080 kkal, trimester 2 dan 3 sebesar 2.200 kkal dan protein 67 gram per hari pada trimester 1–3. Yang juga menjadi perhatian adalah fakta bahwa ibu hamil bersama remaja perempuan dan bayi sampai usia 2 tahun termasuk kelompok kritis tumbuh kembang manusia.
Menurut Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan per orang/hari, kebutuhan energi anak usia 1–3 tahun sebesar 1.000 kkal, anak usia 4–6 tahun sebesar 1.500 kkal. Sementara kebutuhan protein anak usia 1–3 tahun sebesar 25 gram dan usia 4–6 tahun adalah sebesar 39 gram.
Masalah dalam pemberian makan anak di rentang usia 3–5 tahun di antaranya anak tidak suka sayuran, pilih-pilih makanan, dan menyukai junk food.
“Sangat penting bagi orang tua untuk mengenalkan ragam makanan dan gizi seimbang sejak dini kepada anak,” ujar Prof Ir Hardiansyah MS.
Sementara itu, masalah kesehatan yang kerap dijumpai pada orang tua akibat gizi lebih adalah hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes, dan kanker. Di lain pihak, kekurangan gizi menyebabkan anemia dan menopause yang sebenarnya bisa dicegah jika menerapkan gizi seimbang.
“Usia lanjut perlu memperhatikan gizi seimbang. Perubahan akibat menurunnya fungsi berbagai organ menyebabkan lansia rentan terhadap masalah gizi dan berbagai penyakit,” kata Hardiansyah.
Prinsip gizi seimbang untuk kelompok ini pada intinya memperhatikan variasi makanan, membatasi makanan yang meningkatkan kadar asam urat, memperbanyak makan buah dan sayur segar, minum air putih yang cukup, dan membatasi garam, serta memilih tekstur dan cita rasa makanan.
Membiasakan makan makanan beragam dan memenuhi kebutuhan air putih untuk menyokong aktivitas keseharian merupakan salah satu prinsip gizi seimbang. Sudah banyak bukti dari berbagai penelitian bahwa kekurangan air tubuh sekitar 1 persen berat badan (setara 2 gelas) bagi remaja dan orang dewasa, menimbulkan gangguan mood dan gejala awal kekurangan air tubuh. Bibir menjadi kering, sakit kepala, warna urine kuning, dan suhu tubuh meningkat.
Keadaan ini akan menurunkan konsentrasi belajar atau berpikir serta menurunkan stamina. Di Indonesia, sekitar separuh orang dewasa dan remaja mengalami dehidrasi ringan. Diperlukan minuman yang lebih banyak bagi orang yang berada dalam lingkungan dingin dan ibu hamil.
Kedua masalah tersebut muncul karena pola makan yang tidak seimbang. Kekurangan gizi ditandai dengan lambatnya pertumbuhan tubuh (terutama pada anak), daya tahan tubuh rendah, kurangnya tingkat inteligensia, dan produktivitas yang rendah. Kelebihan gizi sebaliknya, ditandai dengan kelebihan berat badan, besarnya risiko kemunculan berbagai penyakit kronis degeneratif seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. Indonesia saat ini berada dalam masa transisi gizi, yaitu masa peralihan di antara masalah kekurangan dan kelebihan gizi.
“Sudah saatnya diambil tindakan agar masalah kelebihan gizi ini tidak melebar, seperti yang terjadi di China,” kata Prof Soekirman SKM MPS-ID PhD dalam acara konferensi pers peluncuran buku “Pedoman Gizi Seimbang di Jakarta” beberapa waktu lalu.
Data Riskesdas 2010 menyebutkan, jumlah masyarakat Indonesia yang gemuk dirinci sebagai berikut: balita 14 persen, anak usia 6–12 tahun sebanyak 9,2 persen, anak usia 13–15 tahun 2,5 persen, anak usia 16–18 tahun 1,4 persen, dan dewasa lebih dari 18 tahun sebanyak 21,7 persen. Jika dulu masyarakat golongan kelas menengah yang identik berbadan subur, kini di masalah peralihan, kelebihan berat badan justru diderita masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah.
Dikatakan Soekirman yang juga guru besar Institut Pertanian Bogor ini, permasalahannya bukan hanya terletak pada kelebihan dan kekurangangizi. Lebih dari itu, tantangan yang juga harus diperhatikan adalah menyangkut pemenuhan gizi seimbang pada periode tertentu. Hal ini dikenal dengan istilah window opportunity, yakni kesempatan singkat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan dan harus dimanfaatkan. Dibidang gizi, windowopportunity hanya berkisar dari sebelum masa kehamilan sampai umur anak sekitar 2 tahun. Untuk itu, harus dilakukanupaya perbaikan gizi pada kelompok penduduk yang termasuk dalam periode ini guna mencegah masalah kekurangan gizi.
Baik terhadap remaja perempuan, ibu hamil, ibu menyusui, maupun bayi sampai anak usia 2 tahun. Pada ibu hamil misalnya, masalah kesehatan yang sering dihadapi seperti mual, muntah berlebihan, anemia, dan kekurangan zat besi, konstipasi, hipertensi, preeklamsia, dan eklamsia, serta diabetes gestasional. “Padahal kecukupan gizi ibu hamil besar pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak,” kata Soekirman.
Penting untuk memperhatikan kenaikan jumlah asupan gizi yang diperlukan. Seperti kebutuhan energi pada trimester pertama sebesar 2.080 kkal, trimester 2 dan 3 sebesar 2.200 kkal dan protein 67 gram per hari pada trimester 1–3. Yang juga menjadi perhatian adalah fakta bahwa ibu hamil bersama remaja perempuan dan bayi sampai usia 2 tahun termasuk kelompok kritis tumbuh kembang manusia.
Menurut Angka Kecukupan Gizi rata-rata yang dianjurkan per orang/hari, kebutuhan energi anak usia 1–3 tahun sebesar 1.000 kkal, anak usia 4–6 tahun sebesar 1.500 kkal. Sementara kebutuhan protein anak usia 1–3 tahun sebesar 25 gram dan usia 4–6 tahun adalah sebesar 39 gram.
Masalah dalam pemberian makan anak di rentang usia 3–5 tahun di antaranya anak tidak suka sayuran, pilih-pilih makanan, dan menyukai junk food.
“Sangat penting bagi orang tua untuk mengenalkan ragam makanan dan gizi seimbang sejak dini kepada anak,” ujar Prof Ir Hardiansyah MS.
Sementara itu, masalah kesehatan yang kerap dijumpai pada orang tua akibat gizi lebih adalah hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes, dan kanker. Di lain pihak, kekurangan gizi menyebabkan anemia dan menopause yang sebenarnya bisa dicegah jika menerapkan gizi seimbang.
“Usia lanjut perlu memperhatikan gizi seimbang. Perubahan akibat menurunnya fungsi berbagai organ menyebabkan lansia rentan terhadap masalah gizi dan berbagai penyakit,” kata Hardiansyah.
Prinsip gizi seimbang untuk kelompok ini pada intinya memperhatikan variasi makanan, membatasi makanan yang meningkatkan kadar asam urat, memperbanyak makan buah dan sayur segar, minum air putih yang cukup, dan membatasi garam, serta memilih tekstur dan cita rasa makanan.
Membiasakan makan makanan beragam dan memenuhi kebutuhan air putih untuk menyokong aktivitas keseharian merupakan salah satu prinsip gizi seimbang. Sudah banyak bukti dari berbagai penelitian bahwa kekurangan air tubuh sekitar 1 persen berat badan (setara 2 gelas) bagi remaja dan orang dewasa, menimbulkan gangguan mood dan gejala awal kekurangan air tubuh. Bibir menjadi kering, sakit kepala, warna urine kuning, dan suhu tubuh meningkat.
Keadaan ini akan menurunkan konsentrasi belajar atau berpikir serta menurunkan stamina. Di Indonesia, sekitar separuh orang dewasa dan remaja mengalami dehidrasi ringan. Diperlukan minuman yang lebih banyak bagi orang yang berada dalam lingkungan dingin dan ibu hamil.
13 Pedoman Gizi Seimbang
1. Makanlah aneka macam makanan
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi
5. Gunakan garam beryodium
6. Makanlah makanan sumber zat besi
7. Berikan ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan
8. Biasakan makan pagi
9. Minumlah air bersih, aman dan cukup
10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga teratur
11. Hindari minum minuman berakohol
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas